Ketika sudah memasuki usia "kejar tayang", perempuan biasanya segera memilih pria yang dianggap sudah memenuhi syarat, "pokoknya" mempunyai pekerjaan tetap, seiman, dan punya tujuan yang sama. Sedangkan pria umumnya lebih leluasa untuk memilih perempuan yang benar-benar ia sukai, dan akan menikah ketika sudah benar-benar merasa "klik".
Dalam kenyataannya, makin banyak pria yang menikahi seorang perempuan meskipun perempuan itu bukan orang yang dianggap tepat untuknya. Artinya, pria akan melakukan apa saja agar bisa menikah -sesuatu yang selama ini kita kira hanya dilakukan oleh kaum perempuan. Fakta ini diperoleh dari hasil survei Singles in America yang diadakan oleh Match.com.
Survei yang melibatkan 5000 responden ini menunjukkan, 31 persen pria mengakui bahwa mereka akan menikahi orang yang yang memiliki kualitas yang mereka cari untuk menjadi istri, meskipun mereka tidak mencintainya. Pada perempuan, kecenderungan ini hanya sebesar 23 persen. Kemudian, 21 persen pria juga mengakui bahwa mereka akan berkomitmen pada perempuan yang secara seksual tidak menarik bagi mereka. Dorongan untuk menikah ini lebih kuat pada pria usia 20-an daripada pria di usia 30-an, lalu menjadi kuat lagi di usia 40-an.
Penemuan ini menimbulkan pertanyaan, apakah hal ini disebabkan kepasrahan pria karena meyakini tidak ada sosok "the one" di dunia ini, sehingga mereka bersedia berkomitmen untuk menjalani hidup bersama wanita yang tidak ideal bagi mereka?
Kepasrahan pria untuk menikah demi status, teman hidup, dukungan, dan rasa aman, ketimbang untuk cinta dan daya tarik sesungguhnya, terjadi bukan sesuatu yang baru bagi pria. "Membayangkan hidup sendiri itu luar biasa. Bagi beberapa orang, itu menghancurkan jiwa. Pria tentunya tidak kebal dengan kondisi itu, meskipun kebanyakan dari kami sering berpura-pura bahwa kami terlalu kuat untuk merasa takut, kesepian, atau bahkan merasa tidak aman," papar Tom Fant, konsultan kesehatan di New York.
Penemuan ini merefleksikan perubahan sosial yang dipicu tren ketenagakerjaan, dimana perempuan lebih cenderung menjadi pencari nafkah ketimbang pria, dan perubahan prinsip untuk tidak berpasangan dan mengasuh anak sebagai single mom. "Hal ini seperti feminisme yang berkembang, selama bertahun-tahun perempuan berusaha mendapat hak untuk keluar dari rumah, sementara para pria justru berusaha keras untuk kembali ke rumah," tutur Tom Matlack dari The Good Men Project.
Namun, hasil jajak pendapat itu menurutnya justru merefleksikan kedewasaan kaum pria. "Apakah Anda selalu jatuh cinta pada pasangan? Tentu tidak. Pernikahan itu menantang, dan jauh lebih dari sekadar jatuh cinta dan berhubungan seks," katanya.
Terbukti, survei tersebut juga mendapati bahwa hanya 44 persen pria yang percaya bahwa hubungan seks yang payah bisa mengakhiri suatu hubungan. Bandingkan dengan persentase pada kaum perempuan yang mencapai 50 persen. Buat kaum perempuan, pria dengan pendidikan dan karier yang sukses masih dianggap ideal.
0 komentar:
Posting Komentar
ada pesan? silahkan dsini
comment? please here